Bener Meriah- Perambahan hutan lindung kembali terjadi di wilayah Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah, menimbulkan ancaman serius bagi ekosistem dan masyarakat.
Laporan terbaru mengungkapkan bahwa dampak dari aktivitas ilegal ini berpotensi menyebabkan bencana alam dalam kurun waktu 3 hingga 10 tahun ke depan, termasuk longsor, banjir, dan kekeringan, yang bisa merusak kehidupan masyarakat di kawasan Buntul Kemumu dan sekitarnya.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Aceh segera merespons laporan masyarakat terkait perambahan ini. Pada Selasa, 22 Oktober 2024, tim patroli yang terdiri dari personel Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Bidin dikerahkan ke lokasi yang dilaporkan, di wilayah administratif Kampung Kepies, Kecamatan Permata.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Temuan di Lapangan
Meski saat patroli berlangsung tim tidak menemukan pelaku perambahan atau penebangan pohon, Kepala RPH Bidin meminta masyarakat setempat untuk terus memantau situasi.
“Kami meminta masyarakat untuk tetap memantau aktivitas perambahan ini. Jika oknum-oknum tersebut kembali beraktivitas, segera laporkan kepada kami agar tindakan tegas dapat segera diambil,” ujar Kepala RPH Bidin.
Reje Kampung Kepies, Usman, membenarkan bahwa perambahan hutan telah terjadi di wilayah pengelolaan hutan desa dengan luas kurang lebih 10 hektar.
“Perambahan ini dilakukan oleh oknum yang berasal dari luar kampung,” jelasnya.
Peringatan dari Penyuluh Kehutanan KPH Wilayah III Aceh, Ismahadi, SP., M.Ling, penyuluh kehutanan KPH Wilayah III Aceh, menyoroti dampak jangka panjang dari perambahan hutan.
“Perambahan hutan lindung melanggar hukum dan memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rapuh. Jika kerusakan ini terus berlanjut, kita akan menghadapi masalah serius seperti kekurangan air dan meningkatnya risiko bencana alam. Ini bukan hanya ancaman lokal, tapi dampaknya akan terasa luas,” ujar Ismahadi.
Ia menekankan perlunya kolaborasi semua pihak untuk mencegah perusakan hutan.
“Seluruh pemangku kepentingan harus berperan aktif dalam pemberantasan perusakan hutan dan lingkungan. Dulu, melalui kearifan lokal, pengulu uten mengatur tata kelola hutan dengan sanksi hukum adat bagi pelanggar. Perusakan hutan di daerah hulu air (ulu ni weh) bisa menyebabkan bencana seperti banjir bandang yang mengancam masyarakat luas,” tambahnya.
Komentar Aktivis Perempuan
Sri Wahyuni, aktivis perempuan yang tergabung dalam Advokat Aceh Pembela Lingkungan, turut angkat suara.
“Perusakan hutan secara ilegal tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga melanggar hak-hak masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak yang rentan terdampak bencana alam seperti banjir dan longsor. Hilangnya hutan memperburuk krisis air bersih dan ketahanan pangan,” jelasnya.
Ia menyerukan pentingnya pelibatan perempuan dalam pelestarian lingkungan.
“Perempuan adalah penjaga kehidupan dan memiliki peran besar dalam menjaga alam. Kami mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum bersikap lebih tegas terhadap pelaku perusakan hutan, serta melibatkan masyarakat setempat, terutama perempuan, dalam upaya rehabilitasi lingkungan,” ujarnya.
Langkah Cepat Penanganan
Kepala RPH Bidin memastikan bahwa laporan hasil patroli ini akan segera dilaporkan kepada pimpinan KPH Wilayah III Aceh.
Setelah itu, laporan resmi akan dibuat kepada pihak berwenang, termasuk kepada Satuan Reskrim Polres Bener Meriah bagian Tindak Pidana Tertentu (Tipidter).
“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa tindakan ini tidak diabaikan dan akan ditindaklanjuti secara hukum,” tegasnya.
Bencana Mengintai
Ahli lingkungan memperingatkan bahwa jika perambahan hutan ini terus berlangsung, kerusakan ekosistem akan semakin parah.
“Dalam 3 hingga 10 tahun ke depan, kita mungkin menghadapi bencana besar seperti banjir, kekeringan, atau longsor. Ini bukan hanya ancaman bagi alam, tetapi juga bagi masyarakat yang bergantung pada hutan sebagai sumber air dan pertanian,” ujar seorang pakar konservasi.
Langkah Tegas dari KPH Aceh
KPH Wilayah III Aceh berkomitmen mengambil tindakan tegas terhadap pelaku perambahan hutan. Patroli akan terus digencarkan, dan penegakan hukum akan dilakukan terhadap pihak-pihak yang terbukti bersalah.
“Kami akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindak oknum-oknum yang merusak hutan lindung ini,” ungkap Kepala KPH Wilayah III Aceh melalui Kepala BKPH Linge Isaq.(ril)