Disusun oleh,Mustakim,S.Ud.MH
Alumni Magister Hukum Panca Budi Medan
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lensa7.com – Aceh Tamiang
Kasus penembakan yang melibatkan anggota TNI terhadap tiga anggota Polsek Negara Batin di Way Kanan, Lampung, menjadi perhatian publik, terutama dalam hal mekanisme hukum yang harus diterapkan terhadap pelaku. Peristiwa ini menegaskan pentingnya supremasi hukum dalam menangani kasus yang melibatkan aparat negara, baik dari TNI maupun Polri.
Dasar Hukum Penegakan Pidana Umum terhadap Anggota TNI
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI)
Pasal 65 ayat (2) UU TNI menyatakan bahwa “Prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk pada peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.”
Dengan demikian, jika seorang anggota TNI melakukan tindak pidana umum yang tidak berkaitan dengan tugas kedinasan militer, maka ia harus diproses dalam peradilan umum, bukan peradilan militer.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Tindak pidana pembunuhan atau penghilangan nyawa orang lain, sebagaimana yang terjadi dalam kasus Way Kanan, diatur dalam Pasal 338 KUHP (“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”).
Jika dilakukan dengan perencanaan, maka bisa masuk Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
Meskipun peradilan militer menangani kasus yang melibatkan anggota TNI, Pasal 9 ayat (1) UU Peradilan Militer tetap mengakui bahwa anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum bisa diproses dalam peradilan umum.
Jika ada perbedaan pendapat mengenai yurisdiksi, maka Pasal 198 UU Peradilan Militer menyatakan bahwa Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk menentukan apakah kasusnya harus diadili di peradilan militer atau peradilan umum.
4. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 28/PUU-XI/2013
MK menegaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI yang tidak terkait dengan tugas militer harus disidangkan di peradilan umum, bukan di peradilan militer.
Putusan ini memperkuat bahwa hukum harus berlaku sama bagi setiap warga negara, termasuk anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum.
Analisis Kasus Way Kanan
Berdasarkan fakta bahwa peristiwa penembakan ini terjadi di luar tugas kedinasan militer dan melibatkan aktivitas ilegal (penggerebekan perjudian sabung ayam), maka para pelaku dari unsur TNI tidak dapat berlindung di balik yurisdiksi peradilan militer. Mereka harus diproses secara transparan di peradilan umum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini juga menyoroti masalah laten dalam hubungan antara TNI dan Polri. Konflik antar-institusi keamanan telah berulang kali terjadi, yang menunjukkan perlunya reformasi struktural dan kultural untuk memastikan bahwa aparat negara mematuhi supremasi hukum dan tidak bertindak di luar kewenangan mereka.
Kesimpulan
1. Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum, sebagaimana diatur dalam UU TNI, UU Peradilan Militer, dan diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi.
2. Peristiwa di Way Kanan menegaskan bahwa konflik antar-aparat masih menjadi tantangan serius bagi stabilitas keamanan nasional.
3. Pemerintah dan institusi hukum harus tegas menegakkan supremasi hukum agar tidak ada impunitas bagi aparat yang melanggar hukum.
4. Reformasi di internal TNI dan Polri perlu dilakukan untuk memperbaiki sinergi dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Kasus ini harus menjadi titik balik dalam penegakan hukum terhadap aparat yang melanggar aturan, tanpa memandang latar belakang institusi mereka.
Dum